Sebab-sebab Turunnya Al-Qur'an

Sebab Turunnya Surat Al Maun


Asbabun nuzul Surat al-Maun menjelaskan esensi ajaran Isam, yakni sebagai agama pembawa kasih. Kandungan Surat al-Maun juga menjelaskan bahwa Umat Islam harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan cinta kasih itu dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Surat al-Maun, Cinta kasih dan peduli kepada sesama menjadi simbol dari tujuan agama Islam. Ada beberapa potret pribadi yang terpuji yang dijelaskan dalam asbabun nuzul Surat al-Maun. Di antaranya sikap peduli kepada anak yatim, pembelaan kepada kaum lemah, dan tidak bersikap arogan serta egosentris. Hal itu diserukan Surat al-Maun agar Umat Islam senantiasa melakukan perbaikan di lingkungan sekitarnya.

Surat al-Maun


"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan, memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang (lalai) shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna."

Ababun nuzul Surat al-Maun bermula dari kisah yang diriwayatkan Ibnu Mundzir. Pada waktu itu, orang-orang munafik gemar memperlihatkan ibadah mereka di hadapan orang lain. Mereka melakukan itu agar dianggap sebagai muslim yang taat. Namun sejatinya mereka penuh dengan kepalsuan belaka. Di samping itu juga, orang-orang munafik enggan mengulurkan bantuan kepada orang miskin dan anak yatim.

Maka lewat Surat al-Maun, Allah SWT mengingatkan kepada Umat Islam tentang prilaku orang munafik yang beragama dengan kepalsuan. Secara tegas, ayat pertama Surat al-Maun menjelaskan prilaku mereka dengan bentuk kalimat tanya "Tahukah kamu (orang) yang berbuat dusta terhadap agama?.

Kalimat tanya pada ayat pertama Surat al-Maun mengingatkan kalau apa yang ditanyakan menjadi perhatian yang serius. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melontarkan pertanyaan di awal percakapan agar orang yang diajak bicara memperhatikan dengan seksama.

Jadi, pertanyaan dalam ayat pertama surat al-Maun itu sebagai pemantik dan stimulus untuk merangsang hati dan pikiran mitra bicara. Pada kondisi seperti ini, lawan bicara dapat fokus terhadap apa yang apa yang sampaikan. Sehingga semuanya bisa merasuk ke dalam jiwa dan pikirannya.

Dengan demikian, makna yang terkandung dalam Surat al-Maun dapat terpatri di sanubari orang-orang beriman. Di mana, ayat pertama mengugkapkan karakter pendusta dalam beragama. Karakter orang tersebut, secara jelas dipaparkan Allah SWT dalam Surat al-Maun. Yakni, orang yang menghardik anak yatim.

Orang-orang mengahardik anak yatim serta enggan mengulurkan bantuan kepada mereka dinilai sebagai pendusta agama. Mereka telah menodai esensi ajaran Islam yang diwayuhkan kepada Nabi Muhammad. Bentuk penolakan kepada anak yatim dapat berupa tidak adanya empati dan i'tikad yang baik untuk merawat dan menjaga mereka.

Anak yatim sepeninggal wafat ayahnya, telah kehilangan sosok yang mengayomi dan menlidunginya. Oleh karena itu, Islam menganjurkan umatnya agar memberikan perlindungan dan kasih sayang kepada anak yatim, baik dukungan mental maupun psikologisnya.

Dalam tafsir al-Misbah Quraish Shihab menyatakan, ada dua hal yang layak menjadi perhatian serius bagi Umat Islam. Ayat tersebut tidak membincang kewajiban memberi makan saja, melainkan anjuran memberi makan. Redaksi tersebut memberikan isyarat bahwa bersedakah atau uluran tangan kepada anak yatim dan orang miskin, tidak harus menunggu kita mapan secara finansial.

Jika tidak ada kesempatan secara langsung, uluran tangan bisa berupa ajakan kepada orang lain agar peduli kepada anak yatim dan orang miskin. Seruan ini secara tidak sadar mengajak setiap orang untuk merasakan kesusahan dan keprihatian yang dirasakan orang lain.

Kandungan ayat pertama sampai ketiga, menurut H. ALi Yasir, mendikikasikan bahwa harta benda tidak boleh menjadikan seseorang bersikap sombong dan jumawa. Sebab, setiap harta yang dimiliki seseorang, terdapat hak fakir miskin. Seyogyanya, ia bersifat dermawan dan peduli terhadap sesama..

Menjaga fungsi shalat

Selain itu, Surat al-Maun juga menjelaskan karakter pendusta agama yag lain. Yakni, orang-orang yang lalai akan shalatnya, termasuk lalai terhadap fungsi shalat. Mereka terlalu sibuk dengan urusan dunianya sehingga lalai akan kewajiban pribadinya.

Dalam hal ini bisa dikatakan ia juga tidak peduli akan dirinya sendiri. Jika kepada dirinya saja tidak peduli, apalagi peduli terhadap masyarakat sekitarnya.

Shalat, sebagaimana digambarkan dalam Surat al-'Ankabut ayat 45, mampu meningkatkan spiritualitas seseorang serta mencegah munculnya kemungkaran dan perbuatan keji. Setiap akan mengakhiri shalat, kita membaca salam sebagai penutup. Hal itu melambangkan priadi yang gamar menebarkan kedamaian, cinta kasih dan keselamatan bagi orang lain.

Surat al-Maun menegaskan kepada umat islam khususnya, bahwa agama Islam hadir sebagai penyebar perdamaian dan pembawa kesejahteraan untuk alam semesta. Muslim sejati mampu menampilkan pribadi yang humble dalam kesehariannya.

Cinta kasih dan kepedulian seorang muslim tersebut sudah merasuk ke dalam jiwa dan pikiran mereka. Sehingga, apa yang mereka lakukan, bukan realitas semu dan palsu.

Mungkin, kita sering melihat realitas palsu yang ditampilkan para politisi. Mereka gemar menjadikan agama sebagai komoditas politik, hanya untuk mengais dukungan dari masyarakat. Prilaku demikian, dalam Surat al-Maun digambarkan dengan sikap riya. Namun faktanya, sikap mereka justru tidak mencerminakan karakter muslim sejati.

Setiap pribadi muslim, baik individu atau kolektif, dituntut beribadah karena Allah SWT semata, terlepas dari unsur penghambaan kepada kekuasaan, harta dan jabatan. Sebab, orang yang berlaku seperti itu sama halnya mendustakan agama. [dutaislam/in]

SUMBER : https://www.dutaislam.com/2018/04/asbabun-nuzul-surat-al-maun-ciri-pendusta-agama.html 


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Artikel