Sebab-sebab Turunnya Al-Qur'an

About me

Blog ini Dibuat Oleh :
Mas Jupri, Email : masjupri1977@gmail.com
Share:

Sebab Turunnya Surat Al Maun


Asbabun nuzul Surat al-Maun menjelaskan esensi ajaran Isam, yakni sebagai agama pembawa kasih. Kandungan Surat al-Maun juga menjelaskan bahwa Umat Islam harus bersungguh-sungguh dalam menjalankan cinta kasih itu dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Surat al-Maun, Cinta kasih dan peduli kepada sesama menjadi simbol dari tujuan agama Islam. Ada beberapa potret pribadi yang terpuji yang dijelaskan dalam asbabun nuzul Surat al-Maun. Di antaranya sikap peduli kepada anak yatim, pembelaan kepada kaum lemah, dan tidak bersikap arogan serta egosentris. Hal itu diserukan Surat al-Maun agar Umat Islam senantiasa melakukan perbaikan di lingkungan sekitarnya.

Surat al-Maun


"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan, memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang-orang yang (lalai) shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna."

Ababun nuzul Surat al-Maun bermula dari kisah yang diriwayatkan Ibnu Mundzir. Pada waktu itu, orang-orang munafik gemar memperlihatkan ibadah mereka di hadapan orang lain. Mereka melakukan itu agar dianggap sebagai muslim yang taat. Namun sejatinya mereka penuh dengan kepalsuan belaka. Di samping itu juga, orang-orang munafik enggan mengulurkan bantuan kepada orang miskin dan anak yatim.

Maka lewat Surat al-Maun, Allah SWT mengingatkan kepada Umat Islam tentang prilaku orang munafik yang beragama dengan kepalsuan. Secara tegas, ayat pertama Surat al-Maun menjelaskan prilaku mereka dengan bentuk kalimat tanya "Tahukah kamu (orang) yang berbuat dusta terhadap agama?.

Kalimat tanya pada ayat pertama Surat al-Maun mengingatkan kalau apa yang ditanyakan menjadi perhatian yang serius. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melontarkan pertanyaan di awal percakapan agar orang yang diajak bicara memperhatikan dengan seksama.

Jadi, pertanyaan dalam ayat pertama surat al-Maun itu sebagai pemantik dan stimulus untuk merangsang hati dan pikiran mitra bicara. Pada kondisi seperti ini, lawan bicara dapat fokus terhadap apa yang apa yang sampaikan. Sehingga semuanya bisa merasuk ke dalam jiwa dan pikirannya.

Dengan demikian, makna yang terkandung dalam Surat al-Maun dapat terpatri di sanubari orang-orang beriman. Di mana, ayat pertama mengugkapkan karakter pendusta dalam beragama. Karakter orang tersebut, secara jelas dipaparkan Allah SWT dalam Surat al-Maun. Yakni, orang yang menghardik anak yatim.

Orang-orang mengahardik anak yatim serta enggan mengulurkan bantuan kepada mereka dinilai sebagai pendusta agama. Mereka telah menodai esensi ajaran Islam yang diwayuhkan kepada Nabi Muhammad. Bentuk penolakan kepada anak yatim dapat berupa tidak adanya empati dan i'tikad yang baik untuk merawat dan menjaga mereka.

Anak yatim sepeninggal wafat ayahnya, telah kehilangan sosok yang mengayomi dan menlidunginya. Oleh karena itu, Islam menganjurkan umatnya agar memberikan perlindungan dan kasih sayang kepada anak yatim, baik dukungan mental maupun psikologisnya.

Dalam tafsir al-Misbah Quraish Shihab menyatakan, ada dua hal yang layak menjadi perhatian serius bagi Umat Islam. Ayat tersebut tidak membincang kewajiban memberi makan saja, melainkan anjuran memberi makan. Redaksi tersebut memberikan isyarat bahwa bersedakah atau uluran tangan kepada anak yatim dan orang miskin, tidak harus menunggu kita mapan secara finansial.

Jika tidak ada kesempatan secara langsung, uluran tangan bisa berupa ajakan kepada orang lain agar peduli kepada anak yatim dan orang miskin. Seruan ini secara tidak sadar mengajak setiap orang untuk merasakan kesusahan dan keprihatian yang dirasakan orang lain.

Kandungan ayat pertama sampai ketiga, menurut H. ALi Yasir, mendikikasikan bahwa harta benda tidak boleh menjadikan seseorang bersikap sombong dan jumawa. Sebab, setiap harta yang dimiliki seseorang, terdapat hak fakir miskin. Seyogyanya, ia bersifat dermawan dan peduli terhadap sesama..

Menjaga fungsi shalat

Selain itu, Surat al-Maun juga menjelaskan karakter pendusta agama yag lain. Yakni, orang-orang yang lalai akan shalatnya, termasuk lalai terhadap fungsi shalat. Mereka terlalu sibuk dengan urusan dunianya sehingga lalai akan kewajiban pribadinya.

Dalam hal ini bisa dikatakan ia juga tidak peduli akan dirinya sendiri. Jika kepada dirinya saja tidak peduli, apalagi peduli terhadap masyarakat sekitarnya.

Shalat, sebagaimana digambarkan dalam Surat al-'Ankabut ayat 45, mampu meningkatkan spiritualitas seseorang serta mencegah munculnya kemungkaran dan perbuatan keji. Setiap akan mengakhiri shalat, kita membaca salam sebagai penutup. Hal itu melambangkan priadi yang gamar menebarkan kedamaian, cinta kasih dan keselamatan bagi orang lain.

Surat al-Maun menegaskan kepada umat islam khususnya, bahwa agama Islam hadir sebagai penyebar perdamaian dan pembawa kesejahteraan untuk alam semesta. Muslim sejati mampu menampilkan pribadi yang humble dalam kesehariannya.

Cinta kasih dan kepedulian seorang muslim tersebut sudah merasuk ke dalam jiwa dan pikiran mereka. Sehingga, apa yang mereka lakukan, bukan realitas semu dan palsu.

Mungkin, kita sering melihat realitas palsu yang ditampilkan para politisi. Mereka gemar menjadikan agama sebagai komoditas politik, hanya untuk mengais dukungan dari masyarakat. Prilaku demikian, dalam Surat al-Maun digambarkan dengan sikap riya. Namun faktanya, sikap mereka justru tidak mencerminakan karakter muslim sejati.

Setiap pribadi muslim, baik individu atau kolektif, dituntut beribadah karena Allah SWT semata, terlepas dari unsur penghambaan kepada kekuasaan, harta dan jabatan. Sebab, orang yang berlaku seperti itu sama halnya mendustakan agama. [dutaislam/in]

SUMBER : https://www.dutaislam.com/2018/04/asbabun-nuzul-surat-al-maun-ciri-pendusta-agama.html 


Share:

Sebab Turunnya Surat Al Lail


1. demi malam apabila menutupi (cahaya siang), 2. dan siang apabila terang benderang, 3. dan penciptaan laki-laki dan perempuan,4. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. 5. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, 6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), 7. Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. 8. dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup* 9. serta mendustakan pahala terbaik, 10. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. 11. dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa. 12. Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk, 13. dan Sesungguhnya kepunyaan kamilah akhirat dan dunia. 14. Maka, Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. 15. tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, 16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). 17. dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, 18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, 19. Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, 20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. 21. dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan.” (al-Lail: 1-21)

*  Yang dimaksud dengan merasa dirinya cukup ialah tidak memerlukan lagi pertolongan Allah dan tidak bertakwa kepada-Nya.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang pemilik pohon kurma mempunyai pohon yang mayangnya menjulur ke rumah tetanganya, seorang fakir yang banyak anak. Setiap kali pemilik kurma itu memetik buahnya, ia memetiknya dari rumah tetangganya itu. Apabila ada kurma yang jatuh dan dipungut oleh anak-anak orang fakir itu, ia segera turun dan merampasnya dari tangan anak-anak itu, bahkan yang sudah masuk mulut mereka pun dipaksanya keluar.

Orang fakir itu mengadukan halnya kepada Nabi saw. Beliau berjanji akan menyelesaikannya. Kemudian Rasulullah saw bertemu dengan pemilik kurma itu dan bersabda: “Berikan kepadaku pohon kurma yang mayangnya menjulur ke rumah si anu. Sebagai gantinya kamu akan mendapat pohon kurma di surge.” Si pemilik pohon kurma berkata: “Hanya sekian tawaran tuan? Aku mempunyai banyak pohon kurma, dan pohon kurma yang diminta itu yang paling baik buahnya.” Lalu si pemilik pohon kurma itu pun pergi.

Pembicaraan si pemilik pohon kurma dengan Nabi saw itu terdengan oleh seorang dermawan, yang langsung menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Seandainya pohon itu menjadi milikku, apakah tawaran tuan itu berlaku juga bagiku?” Rasulullah saw menjawab : “Ya.” Maka pergilah orang itu menemui pemilik pohon kurma. Si pemilik pohon kurma berkata: “Apakah engkau tau bahwa Muhammad saw menjanjikan pohon kurma di surge sebagai ganti pohon kurma yang mayangnya menjulur ke rumah tetanggaku ? Aku telah mencatat tawaran beliau. Akan tetapi buah pohon kurma itu sangat mengagumkan. Aku banyak mempunyai pohon kurma, tetapi tidak ada satu pohon pun yang selebat itu.” Orang dermawan itu berkata: “Apakah engkau mau menjualnya?” Ia menjawab : “Tidak, kecuali apabila ada orang yang sanggup memenuhi keinginanku, akan tetapi pasti tidak aka nada yang sanggup.” Orang dermawan itu berkata lagi: “Berapa yang engkau inginkan?” Ia berkata : “Aku ingin empat puluh pohon kurma.” Orang dermawan itu terdiam, kemudian berkata lagi : “Engkau minta yang bukan-bukan. Tapi baiklah aku berikan empat puluh pohon kurma padamu, dan aku minta saksi jika engkau benar-benar mau menukarnya.” Iapun memanggil sahabat-sahabatnya untuk menyaksikan penukaran itu.

Orang dermawan itu menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, pohon kurma itu telah menjadi milikku. Aku akan menyerahkannya kepada tuan.” Maka berangkatlah Rasulullah saw menemui pemilik rumah yang fakir itu dan bersabda: “Ambillah pohon kurma itu untukmu dan keluargamu.” Maka turunlah ayat ini (al-Lail ayat 1- akhir ayat) yang membedakan kedudukan dan kesudahan orang bakhil dengan orang dermawan.

 (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dll, dari al-Hakam bin Abban, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari ‘Ibnu ‘Abbas. Menurut Ibnu Katsir, hadits ini gharib.)

Sumber: https://alquranmulia.wordpress.com/2013/01/05/asbabun-nuzul-surah-al-lail/


Share:

Sebab Turunnya Surat Al Lahab

                                           
            Pada suatu waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam naik ke puncak bukit Shafa sambil mengumandangkan suara, “Wahai kaum Quraisy, pada hari ini marilah kita kumpul bersama!” pada saat itu pula kaum Quraisy berkumpul, di antaranya terdapat Abu Lahab. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai kaum Quraisy, bagaimanakah pendapatmu bila aku memberikan kabar bahwa musuh akan datang besok pagi atau besok petang. Adakah kamu mempercayainya?” Jawab mereka, “Kami percaya sepenuh hati tentang hal itu.”  Sabda Rasulullah. “Aku peringatkan kepadamu, bahwa siksa Allah yang sangat ganas lagi keji pasti akan datang menimpa.” Mendengar perkataan Rasulullah ini, mereka alergi. Abu Lahab langsung emosi, mukanya merah padam. Ia berkata, “Celakalah kamu Muhammad! Apakah hanya dengan maksud seperti ini kamu mengundang kami berkumpul?” Bertepatan dengan peristiwa ini, Allah Subhanahu wata’ala mengutus malaikat Jibril menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menurunkan surah Al-Lahab. Yaitu menginformasikan keadaan Abu Lahab dan istrinya yang terlalu cerewet dan lancang.
(HR. Bukhari dari Ibnu Abbas)

1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.

            Istri Abu Lahab setiap hari selalu menebarkan duri di tempat yang akan dilewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia bermaksud menghalangi Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyampaikan dakwah dan melaksanakan ibadah di masjid. Untuk memberikan informasi kepada orang-orang beriman maupun yang kafir kepada Allah barangkali sadar dari kekafirannya, maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan ayat-ayat yang terkandung pada surah Al-Lahab ini. Kepada mereka direfleksikan, bahwa orang-orang yang senantiasa menebarkan benih permusuhan dan perfitnahan pasti tidak akan terlepas dari siksa Allah yang dahsyat. Terlebih lagi memusuhi dan memfitnah pembawa misi agama Islam yang hak, para mujahid dan juru dakwah.

(HR. Ibnu Jarir dari Israil dari Abi Ishak dari Yazid bin Zaid Al-Hamdany. Dan hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mundzir dari Ikrimah)

Sumber : http://zibinuma.blogspot.com/2017/04/asbabun-nuzul-surah-al-lahab.html
Share:

Artikel